PINRANG--Dilansir dari media detikcom, Dusun Patambia, Kelurahan Betteng, Kecamatan Lembang, Kabupaten Pinrang, Sulawesi Selatan menjadi lokasi perkampungan para mualaf yang diberi nama Kampung Muallaf Darussalam. Semangat untuk mempelajari Islam begitu terasa meskipun berada di kawasan yang terisolir.
Sekilas, tidak ada yang istimewa dari Dusun Patambia. Jejeran rumah beratapkan seng dan berdinding papan terpajang. Suasana asri dan sejuk khas pedesaan terasa.
Namun siapa sangka, seluruh penduduk kampung ini merupakan mualaf. Mereka dulunya kebanyakan merupakan penganut kepercayaan animisme atau Aluk Todolo.
Kondisi jalanan menuju Dusun Patambia penuh tantangan. Banyak aspal jalan yang terkelupas dan berlubang. Jika hujan, jalan menjadi licin dan sulit dilalui kendaraan.
Awal Mula Kampung Mualaf
Inisiator pendiri Kampung Muallaf Darussalam, Hasbullah menjelaskan sebelum mendirikan kampung ini, ia tinggal di Desa Makula. Di desa tersebut lokasi masjid cukup jauh.
"Kami harus jalan kaki 2 km untuk ke masjid terdekat. Makanya cukup kesulitan karena akses yang juga sangat terbatas," bebernya saat ditemui wartawan, Sabtu (9/4/2022).
Hasbullah sempat berpikir untuk pindah ke lokasi dekat masjid di Dusun Patambi. Di dusun ini juga banyak mayoritas Muslim. Gayung bersambut, suatu ketika ada seorang ustaz yang datang ke Desa Makula dan hendak mendirikan masjid.
"Dulu ada namanya Ustaz Farid dari Yayasan Darussalam mau bangun masjid. Saya bilang jangan mi bangun masjid, belikan saja kami tanah untuk bangun kampung muallaf," jelasnya.
Setelah kurang lebih 5 tahun mencari dana dan lahan, Hasbullah kemudian pindah bersama 5 orang kepala keluarga (KK) lainnya. Lahan yang dipilih berada di Dusun Patambia, lokasi yang saat ini dibanguni kampung muallaf.
"Sekitar 5 tahunan itu baru kami dapat lahan dan akhirnya pindah ke lokasi baru. Dulu hanya enam rumah atau 6 KK saja," beberya.
Luas lahan yang akhirnya dibeli yakni 98 are atau hampir satu hektare. Saat itu dibeli dengan harga Rp 120 juta. Dananya dikumpulkan dari berbagai donatur dengan dimotori oleh Yayasan Darussalam.
"Dulu saya Islam sebenarnya, tapi Islam KTP saja. Saya tak tahu mengaji dan salat yang benar. Makanya berpikir untuk buat kampung Islam begitu dan mendatangkan dai untuk mengajar kami," jelasnya.
Setelah ada lahan maka secara perlahan dimulailah untuk membangun kampung mualaf secara bertahap. Selain memindahkan rumah, juga membangun masjid.
"Dari KUA Lembang bangunkan masjid. Saat itu ukurannnya hanya 4 x 5 meter saja," jelasnya.
Bapak 3 orang anak ini mengakui dengan pindah ke tempat baru ada sejumlah tantangan. Utamanya karena kesulitan mendapatkan orang yang mau mengajarkan lebih mendalam terhadap Islam.
"Kami kan istilahnya Islam tetapi tata cara salat, puasa, dan lain-lain itu tidak tahu. Itu sempat di tahun pertama dapat bulan Ramadan tidak salat tarawih karena dai yang biasa ke sini berhalangan," jelasnya.
Ia pun dengan bekal pendidikan agama yang telah didapatkan mencoba memberanikan diri memimpin salat tarawih di Ramadan tahun pertama pada 2019 lalu. Itu setelah berkonsultasi dengan ustad Farid. Dia menyampaikan bahwa hanya menghapal Surah Al-Fatihah dan Surah Al-Ikhlas.
"Ustad Farid bilang boleh surah pendeknya hanya surah Al-Ikhlas. Jadi sepanjang salat tarawih surah pendek setelah Al-fatihah ya Al-Ikhlas saja," kenangnya.
Mendengar kisahnya tersebut memimpin salat tarawih modal Al-Ikhlas, banyak yang merasa terharu. Para dai kemudian berdatangan untuk mengajarkan mengaji dan memimpin salat.
"Jadi hanya satu kali pimpin salat tarawih, karena ustaz yang biasa di sini berhalangan. Jadi saya yang gantikan. Setelahnya sudah ada ustaz lagi yang ke sini," jelasnya.
Para Muallaf Berdatangan
Kisah Hasbullah membangun Kampung Mualaf ternyata mendapatkan simpati. Banyak warga lain dari berbagai dusun tertarik. Mereka berbondong-bondong datang.
"Kami dulu hanya 6 KK di sini. Nah sekarang itu sudah sampai 22 KK yang tinggal," jelasnya.
Agar meringankan beban para saudara Muslim yang datang, maka ia pun menggalang dana swadaya yang didapat dari berbagai donatur. Setiap yang mau pindah ke Kampung Mualaf Darussalam diberikan biaya Rp 3 juta.
"Uang itu dipakai untuk misalnya memindahkan rumah yang lama ke sini. Ya, intinya dia cukup-cukup kan lah uang Rp 3 juta itu," imbuhnya.
Dibanding waktu pertama kali dibangun, kondisi Kampung Mualaf sudah cukup bagus. Masjidnya sudah lebih luas yaitu 12 x 11 meter.
Hasbullah pun sangat bersyukur banyak bantuan yang datang. Dukungan sebagai sesama Muslim kini betul-betul ia rasakan. Perubahan dari masyarakat dengan belajar Islam pun mulai terasa.
"Terutama ibadah jelas sudah lumayan tahu lah. Sekarang juga ibu-ibunya sudah pakai jilbab kalau di luar rumah," paparnya.